Bro dan sis, berikut tulisan saya yang dimuat di Kompas hari ini (22/10/18), mengenai para anggota DPR yang disebut sebagai para “pengumpul amplop coklat”.
Selamat membaca!
--—-
Artikel Opini
Menghentikan Amplop Coklat di DPR
Grace Natalie Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia
22 Oktober 2018
Kompas edisi 11 Oktober 2018 menurunkan laporan menarik mengenai para anggota DPR yang disebut sebagai para ”pengumpul amplop coklat”.
Yang dimaksudkan dengan istilah itu adalah para anggota DPR yang rajin mengumpulkan uang kunjungan kerja, reses, perjalanan dinas, sosialisasi empat pilar MPR, dan tunjangan kedewanan untuk menambah pemasukan mereka. Diperkirakan, melalui penghematan dari berbagai dana itu, seorang anggota DPR bisa memperoleh tambahan pemasukan Rp 2 miliar per tahun.
Di satu sisi, perilaku semacam ini tampak normal saja. Mereka yang membela praktik semacam ini akan berargumen: tambahan pemasukan miliaran rupiah ini adalah wajar karena itu adalah buah dari pola kerja hemat yang dijalankan sang anggota DPR.
Manipulasi biaya
Namun, pembaca perlu memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Pertama-tama, praktik ini tidak hanya dilakukan menjelang kampanye pemilu. Praktik ini dilakukan di sepanjang masa kerja si anggota parlemen. Bisa dikatakan, tumpukan amplop coklat itu adalah salah satu sumber utama penghasilan anggota DPR yang jauh melampaui gaji pokok plus tunjangannya.
Kedua, yang terjadi bukanlah penghematan pengeluaran, melainkan pemerolehan dana yang bukan haknya. Barangkali tidak dapat dikatakan ”mencuri”. Namun, dalam banyak kasus, anggota DPR memperoleh dana atas apa yang sebenarnya tidak dia lakukan dan seharusnya dipertanggungjawabkan kepada publik.